Optika pada abad ke-18
Isaac Newton (1643 M - 1727 M), ia adalah seorang fisikawan, matematikawan, ahli astronomi, filsuf alam,
alkimiwan, dan teolog. Bahkan ia dikatakan sebagai bapak ilmu fisika klasik. Dalam bidang optika, ia berhasil membangun teleskop
refleksi yang pertama dan mengembangkan
teori warna berdasarkan pengamatan bahwa sebuah kaca prisma akan membagi cahaya putih
menjadi warna-warna lainnya. Buku-buku karyanya adalah Method of Fluxions (1671), De Motu Corporum1684), Opticks (1704), Reports as Master of the Mint (1701-1725), Arithmetica Universalis (1707), dan An Historical Account of Two
Notable Corruptions of Scripture(1754).
Ketika muda
Newton sudah mengasah lensa. Pada umur 23 tahun ia membeli prisma dan meneliti
cahaya warna-warni yang dihasilkannya. Cahaya putih menurutnya bukan murni
melainkan campuran berbagai warna. Jika berbagai warna itu gabungkan akan
didapat cahaya putih. Hal ini dibeberkan kesidang Royal Society. Pengamatan
Newton dikecam habis-habisan oleh Robert Hooke.
Pada tahun
1704 Newton menerbitkan Opticks, pada bagian akhir opticks edisi pertama yang
terbit setahun setelah Hooke meninggal Newton kembali mengajukan beberapa spekulasi
secara lebih hati-hati tentang sifat cahaya. Ia menguraikan secara terperinci
teori tentang cahaya. Dia menganggap cahaya terbuat partikel-partikel (corpuscles)
yang sangat halus, bahwa materi biasa terdiri dari partikel yang lebih kasar,
dan berspekulasi bahwa melalui sejenis transmutasi alkimia "mungkinkah
benda kasar dan cahaya dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, ...
dan mungkinkah benda-benda menerima aktivitasnya dari partikel cahaya yang
memasuki komposisinya?" Spekulasi tentang cahaya ia tuangkan dalam bentuk
sejumlah pertanyaan. Satu diantaranya mengungkapkan keyakinannya bahwa cahaya
bersifat seperti partikel,
“ Bukankah
cahaya merupakan butiran teramat kecil yang dipancarkan oleh benda yang
mengkilap ? Butiran seperti itu akan melewati medium yang seragam mengikuti
garis lurus, tanpa dibelokkan dan masuk kedalam bayangan dan demikianlah juga
sifat cahaya.”
Butir-butir
ini melaju bak berondongan peluru menaati hukum dinamika, gejala pemantulan
barangkali mudah dijelaskan dengan pengertian peluru ini. Newton menjelaskan
cahaya bagaikan peluru yang melaju mengikuti lintasan lurus. Anehnya dilain
tempat Newton malah mengusulkan teori getaran eter untuk menjelaskan sifat
cahaya. Ini memperlihatkan ketidakkonsistenan Newton. Tapi Newton percaya bahwa
eter terdiri dari partikel yang sangat halus yang membuatnya bersifat sangat
renggang dan lenting. Alam tanpa eter tidak mungkin menghantar gelombang.
Newton
bersikukuh menolak ide Huygens bahwa cahaya bersifat gelombang. Menurut Newton gelombang
akan melebar dan mengisi seluruh ruang seperti gelombang air mengisi ceruk
kolam, padahal dalam praktik cahaya mengikuti garis lurus dan tidak mengisi
ruang bayangan. Pada kesempatan lain Newton menyatakan lebih suka langit tetap
kosong daripada diisi eter. Bagaimanapun juga sekiranya ruang angkasa diisi
eter maka perjalanan benda langit terhambat. Implikasi ini tidak teramati, ia
tetap lebih suka alam tanpa eter, persis seperti ajaran atonomi yunani. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa Newton masih bimbang perihal cahaya, ia tidak
dapat memilih antara model peluru dan getaran eter meski condong pada yang
pertama. Dalam edisi kedua Principia (1713) Newton kembali menutup segala
spekulasi dan menulis “saya tidak mengakali hipotesa”.
Walaupun
Newton sendiri jelas-jelas kurang yakin tentang sifat cahaya, orang-orang yang
mendewakannya tidak perduli dengan keraguan itu. Bagi mereka Newton mengajar
sifat “peluru” cahaya secara lugas. Bagian opticks yang membahas getaran yang
dirangsang dalam eter tidak dihiraukan murid-murid newton. Ada buku teks
terbitan 1738 menegaskan bahwa sulit membayangkan cahaya selain partikel materi
yang sangat kecil tapi jelas. Anggapan bahwa cahaya adalah materi menjadi unsur
kepercayaan para ahli optika yang dipegang erat-erat. Topik cahaya untuk
pertama kalinya juga menjadi bagian mekanika, atau tepatnya dinamika yang
berkaitan pada newton.
Sampai
pertengahan abad ke 18 kepercayaan menggebu-gebu pada cahaya sebagai peluru
belum teruji lewat percobaan. Misalnya, argumen tentang sebutir partikel eter
yang meliputi sekurangnya lima lapis: tiga lapis menarik dan dua lapis menolak.
Lintasan yang ditempus oleh sebutir peluru cahaya yang dipantulkan, dan satu
lagi yang masuk dan terbias.
0 komentar:
Posting Komentar